“Pusing”
Word: bilal revolusi.
03 oktober 2012, puku; 17:34
Sore-sore
enaknya liat anak-anak kampung rinjani main bola di tanah lapang. Karna dari
jauh saya sudah liat teman saya lagi duduk ngisap sebatang rokok, saya
menghampirinya. Dari raut wajahnya, saya bisa tebak kalau dia sedang punya
masalah sampe wajahnya yang biasanya ceria saat saya datang, tak terlihat sore
ini. Dugaan saya benar. Mula-mula dia Tanya ke saya:
“gimana,
kuliahnya li?”
“baik, tapi yah
lagi turun tawar matakuliah di bawah” ceplas-ceplos saya menjawab.
“tinggal berapa
matakuliah lagi yang di tawar di semester bawah”
“yah, kurang
lebih saya gantung 14 matakuliah… sekarang lagi tawar dua”
“Gila, kapan
selesainya?....” ia menggeleng, seperti tak percaya dengan apa yang baru ia
dengar.
Semua orang
yang saya beri jawaban, rata-rata tak percaya kalau 14 matakuliah saya lagi
gantung. Anda boleh percaya-boleh tidak, tapi ini nyata lho, nggak ada yang di
tutup-tutupi. Sering kali orang tak
kaget dengan banyaknya matakuliah yang saya gantung, terhenti saat saya
mengatakan bahwa : lautan yang tenang tidak melahirkan pelaut yang hebat, tapi
samudera yang ganas melahirkan pelau-pelaut ulung… vasco dagama misalnya, ibnu
batuta, cheng ho dan masih banyak lagi yang lain, mereka itu adalah para pelaut-pelaut
ulung yang dilahirkan sebagai pelaut di samudera yang ganas. Orang-orang yang
semulanya skiptis itu, tiba-tiba berubah wajahnya. Mereka bisa menerima hal
itu, bahwa saya sedang gantung 14 matakuliah.
Teman saya mulai
curhat tentang dirinya, tentang masalah yang ia hadapi hari ini. Ia sedang
pusing dengan proposal, tiga bab yang selalu manghantuinya. Ia malah menimpali
kalau malam datang tidurnya gelisah, ia ingin cepat-cepat pagi dan mengurus
segala urusannya. Hingga saat ini, ia masih mencari-cari tempat untuk di
telitinya. Makan pun sudah tak berselera, saya tidak menanyakan bagaimana nasip
pacar-pacarnya-apakah di telantarkan atau bagaimana?.
“mungkin ini
yah alasannya, mengapa saat menyusun [baca: proposal atau pun skripsi] anak-anak
kuliahan pada kurus-kurus. Mereka semua mulai terserang beban pikiran, di desak
dengan proposal, skripsi… “
Saya yang
dengar Cuma bungkam. Saya kebayang kalau saya berada di posisi ini. Bisa lain
ceritanya. Menulis skripsi berbeda dengan menulis novel atau buku bertema pop
cron. Saya menyadari hal itu. Apalagi
zine. Yang tidak terikat dengan gaya bahasa yang sok di ilmiah-ilmiahkan, yah
tulis, tulis saja-Nggak usah ditakuti oleh gaya apapun [be you’r self] dan itu
yang kadang bikin saya betah untuk menulis, Lepas… mau maki amerika dengan kapitalismenya [f..k
you capitalizm], atau menjelek-jelekan sosialisme dan nasionalisme sekalipun juga
boleh, selama kita bisa dengan cerdas mengkritik mereka bukan tanpa dasar. Toh
semua ideology buatan manusia memiliki kekurangan masing-masing… lho kok jadi
panjang lebar kayak gini yah!. Kembali
ke leptop, oh salah kembali ke pembahsan awal. Mendengar akan kegelisan yang ia
[teman saya] hadapi, saya Cuma bisa beri dia senyuman. Mungkin tarasa aneh. Setidaknya,
ia telah melewati saya dua langkah kedepan dalam hal kuliah. Saya sendiri belum
sempat merasakan bagaimana menulis proposal. Yang bisa saya lakukan adalah
tetap kuliah-tak perduli berapa banyak matakuliah yang saya gantung. Saya terus
melangkah untuk bisa lulus di matakuliah berikutnya. Saya belum terpikirkan
untuk menulis skripsi, yang sekarang saya lakukan dan sedang pikirkan adalah mempraktekkan
bagaimana menjadi detektif di sebuah sekolah. Saya tidak menyebutnya meneliti. Melainkan
menjadi detektif. Itu lebih kayak zine-zine eropa decade 70an-80an yang banyak
melulis zine dengan tema fiksi ilmiah. Nanti kita akan bahas pergerakan zine diseluruh
dunia termasuk di indonesia. Hehehe.
Yah, selamat
deh buat teman saya: fatah siswanto dengan kerja kerasnya memikirkan proposal,
semoga cepat rampung, bro!!!. maaf kalau
salah-salah kata, mengutip perkata dorce gamalama: manusia nggak luput dari
kesalahan dan kesempurnaan hanya milik Allah.
Salam, bilal revolusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar