Senin, 03 Desember 2012

pusing


“Pusing”
Word: bilal revolusi.
03 oktober 2012, puku; 17:34
Sore-sore enaknya liat anak-anak kampung rinjani main bola di tanah lapang. Karna dari jauh saya sudah liat teman saya lagi duduk ngisap sebatang rokok, saya menghampirinya. Dari raut wajahnya, saya bisa tebak kalau dia sedang punya masalah sampe wajahnya yang biasanya ceria saat saya datang, tak terlihat sore ini. Dugaan saya benar. Mula-mula dia Tanya ke saya:
“gimana, kuliahnya li?”
“baik, tapi yah lagi turun tawar matakuliah di bawah” ceplas-ceplos saya menjawab.
“tinggal berapa matakuliah lagi yang di tawar di semester bawah”
“yah, kurang lebih saya gantung 14 matakuliah… sekarang lagi tawar dua”
“Gila, kapan selesainya?....” ia menggeleng, seperti tak percaya dengan apa yang baru ia dengar.
Semua orang yang saya beri jawaban, rata-rata tak percaya kalau 14 matakuliah saya lagi gantung. Anda boleh percaya-boleh tidak, tapi ini nyata lho, nggak ada yang di tutup-tutupi. Sering kali orang  tak kaget dengan banyaknya matakuliah yang saya gantung, terhenti saat saya mengatakan bahwa : lautan yang tenang tidak melahirkan pelaut yang hebat, tapi samudera yang ganas melahirkan pelau-pelaut ulung… vasco dagama misalnya, ibnu batuta, cheng ho dan masih banyak lagi yang lain, mereka itu adalah para pelaut-pelaut ulung yang dilahirkan sebagai pelaut di samudera yang ganas. Orang-orang yang semulanya skiptis itu, tiba-tiba berubah wajahnya. Mereka bisa menerima hal itu, bahwa saya sedang gantung 14 matakuliah.
Teman saya mulai curhat tentang dirinya, tentang masalah yang ia hadapi hari ini. Ia sedang pusing dengan proposal, tiga bab yang selalu manghantuinya. Ia malah menimpali kalau malam datang tidurnya gelisah, ia ingin cepat-cepat pagi dan mengurus segala urusannya. Hingga saat ini, ia masih mencari-cari tempat untuk di telitinya. Makan pun sudah tak berselera, saya tidak menanyakan bagaimana nasip pacar-pacarnya-apakah di telantarkan atau bagaimana?.
“mungkin ini yah alasannya, mengapa saat menyusun [baca: proposal atau pun skripsi] anak-anak kuliahan pada kurus-kurus. Mereka semua mulai terserang beban pikiran, di desak dengan proposal, skripsi… “
Saya yang dengar Cuma bungkam. Saya kebayang kalau saya berada di posisi ini. Bisa lain ceritanya. Menulis skripsi berbeda dengan menulis novel atau buku bertema pop cron.  Saya menyadari hal itu. Apalagi zine. Yang tidak terikat dengan gaya bahasa yang sok di ilmiah-ilmiahkan, yah tulis, tulis saja-Nggak usah ditakuti oleh gaya apapun [be you’r self] dan itu yang kadang bikin saya betah untuk menulis,  Lepas… mau maki amerika dengan kapitalismenya [f..k you capitalizm], atau menjelek-jelekan sosialisme dan nasionalisme sekalipun juga boleh, selama kita bisa dengan cerdas mengkritik mereka bukan tanpa dasar. Toh semua ideology buatan manusia memiliki kekurangan masing-masing… lho kok jadi panjang lebar kayak gini yah!.  Kembali ke leptop, oh salah kembali ke pembahsan awal. Mendengar akan kegelisan yang ia [teman saya] hadapi, saya Cuma bisa beri dia senyuman. Mungkin tarasa aneh. Setidaknya, ia telah melewati saya dua langkah kedepan dalam hal kuliah. Saya sendiri belum sempat merasakan bagaimana menulis proposal. Yang bisa saya lakukan adalah tetap kuliah-tak perduli berapa banyak matakuliah yang saya gantung. Saya terus melangkah untuk bisa lulus di matakuliah berikutnya. Saya belum terpikirkan untuk menulis skripsi, yang sekarang saya lakukan dan sedang pikirkan adalah mempraktekkan bagaimana menjadi detektif di sebuah sekolah. Saya tidak menyebutnya meneliti. Melainkan menjadi detektif. Itu lebih kayak zine-zine eropa decade 70an-80an yang banyak melulis zine dengan tema fiksi ilmiah. Nanti kita akan bahas pergerakan zine diseluruh dunia termasuk di indonesia. Hehehe.
Yah, selamat deh buat teman saya: fatah siswanto dengan kerja kerasnya memikirkan proposal, semoga cepat rampung, bro!!!.  maaf kalau salah-salah kata, mengutip perkata dorce gamalama: manusia nggak luput dari kesalahan dan kesempurnaan hanya milik Allah.

Salam, bilal revolusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar