“kakek Umma”
Lelaki itu sempat membuka lembar
hidupnya dengan selinting rokok di tanggannya. Badannya telah membungkut,
jalannya pun mulai perlahan, wajah yang mungkin dulu terlihat sangat
sempurnah-telah sirnah dengan keriput yang menghiasi wajahnya. Saya mengenalnya
bebrapa tahun yang lalu, ia bernama Umma. Sebuah nama yang tak lazim di kuping
saya. ia lah lelaki parubaya yang tinggal seorang diri di kampung kami.
Teman-teman bermainnya yang mengisi hari-hari dengan penuh kecerian semuanya
telah wafat. Tinggal ia sendiri di kampung kami.
Dan seperti sebatang pohon pinus
yang menyisakan sehelai daun bewarna kuning. Kini, daun itu telah layu dan
jatuh, lelaki yang tinggal seorang diri di banding teman-teman yang telah
wafat, mengikiti jejak sahabat-sahabat ke alam akhirat.
30 januari 2013. Umma kembali ke rahmatullah.
Lembaran hidup lain telah di buka. Umma yang sering menjadi uzur itu, telah
tiada.
Pernah suatu hari, saya mendengar
cerita tentang kakek bernama umma dari seorang teman. Karena ia telah tua,
konon kabarnya bila seorang anak manusia telah memasuki usia senja, sifat-sifat
mereka seperti kekanak-kanakan [childhood]. Dan umma [semogga allah mengampungi
dosanya-red], mengalami hal senada. Menurut cerita, kakek ini terlihat sangat
kebungingan di suatu siang bolang, beliau bulak-balik di depan masjid, seraya
mengisap selinting rokok di tanganya. Di saat itu banyak yang bertanya-tanya, apa
gerangan yang ingin di perbuatnya?... tak lama, kakek bernama umma itu masuk di
sebuah rumah tua yang tak berpenghini lagi, ia buka celananya dan membunga
hajat di dalam sana, sontak anak muda yang ada di depan masjid melempar batu di
atas seng rumah tak berpenghuni itu. kakak bernama umma keluar dan dengan kepolosannya
ia keluar seolah tak terjadi apa-apa.
Saya belajar dari kisah di atas. Yakni,
setua apapun kita, bila didalam hati kita memiliki rasa malu, kita akan
membuang hajat yang tak tampak oleh orang lain. Umma mengajari kita, sebenrapa
penting menjaga kohormatan diri. Meski ia telah tua renta, ia memilki rasa malu
untuk di lihat orang lain saat buang hajat. Bandingkan dengan sebuah kisah yang
di ceritakan oleh teman saya tentang kampungnya, dimana mereka membuang hajat
di pantai dengan tidak tahu malu, memperlihatkan pantat mereka!!! Saya berpikir
mending kakek bernama umma, dari pada mereka, yang masih muda-muda namun tidak
tahu malu.
Thanks umma untuk pelajaran hidup
yang kau ajarkan.
Selamat jalan, semoga amal
kebaikan dib alas oleh Allah. Dan somoga jalan yang engkau tempuh di akhirat
dilapangkan olehNya. AminJ
Catatan:
BalasHapus1. Penggunaan bahasa banyak yang keliru (baik berupa penulisan)
2. Umma adalah Wolio (Bau-Bau) untuk sebutan kakek, jadi Umma bukan nama dari kakek yang diceritakan di atas ..
3. Lebih kreatif lagi, ditunggu cerita berikutnya.