Kamis, 31 Januari 2013

kakek umma


kakek Umma”
Lelaki itu sempat membuka lembar hidupnya dengan selinting rokok di tanggannya. Badannya telah membungkut, jalannya pun mulai perlahan, wajah yang mungkin dulu terlihat sangat sempurnah-telah sirnah dengan keriput yang menghiasi wajahnya. Saya mengenalnya bebrapa tahun yang lalu, ia bernama Umma. Sebuah nama yang tak lazim di kuping saya. ia lah lelaki parubaya yang tinggal seorang diri di kampung kami. Teman-teman bermainnya yang mengisi hari-hari dengan penuh kecerian semuanya telah wafat. Tinggal ia sendiri di kampung kami. 

Dan seperti sebatang pohon pinus yang menyisakan sehelai daun bewarna kuning. Kini, daun itu telah layu dan jatuh, lelaki yang tinggal seorang diri di banding teman-teman yang telah wafat, mengikiti jejak sahabat-sahabat ke alam akhirat.

30 januari 2013. Umma kembali ke rahmatullah. Lembaran hidup lain telah di buka. Umma yang sering menjadi uzur itu, telah tiada.

Pernah suatu hari, saya mendengar cerita tentang kakek bernama umma dari seorang teman. Karena ia telah tua, konon kabarnya bila seorang anak manusia telah memasuki usia senja, sifat-sifat mereka seperti kekanak-kanakan [childhood]. Dan umma [semogga allah mengampungi dosanya-red], mengalami hal senada. Menurut cerita, kakek ini terlihat sangat kebungingan di suatu siang bolang, beliau bulak-balik di depan masjid, seraya mengisap selinting rokok di tanganya. Di saat itu banyak yang bertanya-tanya, apa gerangan yang ingin di perbuatnya?... tak lama, kakek bernama umma itu masuk di sebuah rumah tua yang tak berpenghini lagi, ia buka celananya dan membunga hajat di dalam sana, sontak anak muda yang ada di depan masjid melempar batu di atas seng rumah tak berpenghuni itu. kakak bernama umma keluar dan dengan kepolosannya ia keluar seolah tak terjadi apa-apa. 

Saya belajar dari kisah di atas. Yakni, setua apapun kita, bila didalam hati kita memiliki rasa malu, kita akan membuang hajat yang tak tampak oleh orang lain. Umma mengajari kita, sebenrapa penting menjaga kohormatan diri. Meski ia telah tua renta, ia memilki rasa malu untuk di lihat orang lain saat buang hajat. Bandingkan dengan sebuah kisah yang di ceritakan oleh teman saya tentang kampungnya, dimana mereka membuang hajat di pantai dengan tidak tahu malu, memperlihatkan pantat mereka!!! Saya berpikir mending kakek bernama umma, dari pada mereka, yang masih muda-muda namun tidak tahu malu.

Thanks umma untuk pelajaran hidup yang kau ajarkan.
Selamat jalan, semoga amal kebaikan dib alas oleh Allah. Dan somoga jalan yang engkau tempuh di akhirat dilapangkan olehNya. AminJ

1 komentar:

  1. Catatan:
    1. Penggunaan bahasa banyak yang keliru (baik berupa penulisan)
    2. Umma adalah Wolio (Bau-Bau) untuk sebutan kakek, jadi Umma bukan nama dari kakek yang diceritakan di atas ..
    3. Lebih kreatif lagi, ditunggu cerita berikutnya.

    BalasHapus