:Bukan masalah sepale.
Word:
bilal revolusi.
28
oktober 2012
B
|
ila kita udah
memantapkan diri untuk menjalin sebuah ikatan yang erat dalam tali pernikahan,
ya wes kawin aja. Toh, menurut ajaran
agama kita yakni islam, menikah itu merupakan satu syarat untuk menyempurnakan agama.
Bila kita sering puasa senin-kamis, setelah menikah kita nggak sendiri lagi-kan
ada pasangan kita yang juga ikut berpuasa. Bahkan dalam sebuah riwayat yang
pernah saya baca, derajat orang yang mencari nafkah untuk menghidupkan keluarganya,
di nilai oleh Allah seperti ia berjihad
fisikal. Bilamana ia mati saat mencari nafkah, maka sudah di pastikan ia akan mendapat
tempat yang dijanjikan Allah, yakni surga,
dengan keterangan bahwa apa yang ia lakukan tentu saja mencari nafkah yang
baik, halal dan juga di niatkan untuk mengais ridoh Allah semata-bukan mencari jabatan, atau mencari
muka sehingga bisa di bilang milyader atau apalah, nanti jatuhnya bukan surga,
tapi ria, sum’ah dan ujub.
Perbedaan kawin dan menikah,
emangnya ada?...
Sebagian kalangan kita yang picik, seringkali membuat perbedaan di tengah
kalangan umat. Liat saja bagaimana mereka membuat perbedaan antara kawin dan
menikah. Bagi mereka kawin itu berbeda dengan menikah. Menikah di sakralkan
dalam ikatan janji pada tuhan, sedangkan kawin tak ada janji pada tuhan, melainkan
pada pasangan. Maka nggak mengherankan kalau ada pasangan dalam tanda kutip
eksrtim; pacaran. Ada yang sudah beranak namun belum menikah, ada yang sampe
sudah berkali-kali hamil tanpa menikah. Saya pikir pendefinisian ini cukup membuat
kita bisa terperangkap dalam permainan kata manusia pecik. Kawin atau pun
menikah digunakan untuk melegalkan sebuah mindset perzinahan yang di buat berdesarkan
pendefinisiannya, apa itu kawin-apa itu menikah.
Sewaktu saya kuliah [lah, sakarang aja masih kuliah kan!], dosen saya
yang malah beragama islam-menggunakan istilah ini untuk mencekoki ide
liberalnya pada anak didiknya sendiri. Ia seolah melegalkan perzinahan
terselubung, padahal ia islam. Tapi saya mencoba untuk memaklumkan apa yang ia
ajarkan, toh ia mengunakan keislamannya untuk sekedar mengerjakan sholat,
zakat, haji dan puasa saja. Ia tidak mengunakan ide islam sebagai way of
life-nya. Ia mengagungkan demokrasi yang merupakan ideology sepotong, dan karna
ide demokrasi sifatnya sepotong-maka sepotongnya lagi ia isi dengan ide islam yang
sifatnya ritual belaka di gunakan untuk memenuhi ide sepotongnya.
Wes, terlepas dari obrolan ngelantur ini. Yang pasti, kawin atau bisa
juga di bilang menikah dalam bahasa yang lebih sopan, merupakan sebuah hal yang
nggak main-main. Ia akan berdampak pada kelangsungan hidup di dunia maupun di
akhirat. Saya bisa mengatakan ini karna, pada hakikatnya sudah menjadi sebuah
risalah, bahwa untuk melahirkan regenerasi, maka anak menjadi salah satu tonggak
yang bisa memasukkan kita pada surga ataukah neraka-nya Allah. Sehebat apa pun
kita menjari nafkah, dan itu jaminannya adalah surga seperti yang saya katakan
dia atas, tapi bila pekerjaan yang kita guliti membuat kita malah menjauhkan
anak kita dengan agama, dengan Tuhan-nya, dengan sosok rasul-nya, maka
terimalah sebuah pembangkangan yang siap di hembuskan oleh si anak pada diri kita
di neraka, malah ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa, kelak di akhirat ada
anak yang menuntut orang tuanya untuk masuk ke neraka bersama si anak. Saat di
Tanya mengapa demikian, si anak menjawab; orang tua saya nggak mengajarkan saya
untuk mengenal siapa Tuhan saya, maka jadilah saya seperti sekarang [ahli
maksiat]. Setelah penuturan si anak, jadilah orang tua dari si anak di
campakkan di dalam neraka bersama si anak yang ia terlantarkan sisi agamanya.
Ada pula riwayat yang mengatakan bahwa do’a seorang anak yang di tanamkan
rasa takut pada Allah dan dengan rasa itu menghantarkan ia menjadi manusia soleh,
akan di ijabah bilamana ia mendo’akan orang tuanya untuk masuk ke surga. Do’a-do’anya
berdampak besar sebagai pemberat dalam timangan untuk orang tuanya.
Jadi, saya pengen merangkum ulasan kita yang sudah di uraikan panjang
lebar tadi,
1.
Kawin merupakan satu cara
menyempurnakan agama.
2.
Mencari nafkah derajatnya
sama dengan jihad, dengan catatan ia mencari nafkah dengan cara baik, halal dan
juga di sandarkan pada pandangan untuk mencari ridho Allah semata.
3.
Dari hasil perkawinan itu,
melahirkan regenerasi, dan regenerasi ini bisa membawah kita pada dua pilihan,
surga atau neraka, bila kita mendidik dia untuk mencintai Allah, dan rasul
Allah maka, hamparan surga menanti kita, namun sebalikanya bila kita mendidik
dia untuk jauh pada Allah dan rasul Allah, maka balasan yang setimpal untuk
kita selaku orang tuanya adalah jahannam.
4.
Kok saya kayak ustad yah,….
Heheheh. Bisa aja. @salam bialrevolusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar