Senin, 03 Desember 2012

“Ada yang kawin nih!”


“Ada yang kawin nih!”
:Bukan masalah sepale.
Word: bilal revolusi.
28 oktober 2012
B
ila kita udah memantapkan diri untuk menjalin sebuah ikatan yang erat dalam tali pernikahan, ya wes  kawin aja. Toh, menurut ajaran agama kita yakni islam, menikah itu merupakan satu syarat untuk menyempurnakan agama. Bila kita sering puasa senin-kamis, setelah menikah kita nggak sendiri lagi-kan ada pasangan kita yang juga ikut berpuasa. Bahkan dalam sebuah riwayat yang pernah saya baca, derajat orang yang mencari nafkah untuk menghidupkan keluarganya, di nilai oleh Allah seperti  ia berjihad fisikal. Bilamana ia mati saat mencari nafkah, maka sudah di pastikan ia akan mendapat tempat yang  dijanjikan Allah, yakni surga, dengan keterangan bahwa apa yang ia lakukan tentu saja mencari nafkah yang baik, halal dan juga di niatkan untuk mengais ridoh Allah  semata-bukan mencari jabatan, atau mencari muka sehingga bisa di bilang milyader atau apalah, nanti jatuhnya bukan surga, tapi ria, sum’ah dan ujub.
Perbedaan kawin dan menikah, emangnya ada?...
Sebagian kalangan kita yang picik, seringkali membuat perbedaan di tengah kalangan umat. Liat saja bagaimana mereka membuat perbedaan antara kawin dan menikah. Bagi mereka kawin itu berbeda dengan menikah. Menikah di sakralkan dalam ikatan janji pada tuhan, sedangkan kawin tak ada janji pada tuhan, melainkan pada pasangan. Maka nggak mengherankan kalau ada pasangan dalam tanda kutip eksrtim; pacaran. Ada yang sudah beranak namun belum menikah, ada yang sampe sudah berkali-kali hamil tanpa menikah. Saya pikir pendefinisian ini cukup membuat kita bisa terperangkap dalam permainan kata manusia pecik. Kawin atau pun menikah digunakan untuk melegalkan sebuah mindset perzinahan yang di buat berdesarkan pendefinisiannya, apa itu kawin-apa itu menikah.
Sewaktu saya kuliah [lah, sakarang aja masih kuliah kan!], dosen saya yang malah beragama islam-menggunakan istilah ini untuk mencekoki ide liberalnya pada anak didiknya sendiri. Ia seolah melegalkan perzinahan terselubung, padahal ia islam. Tapi saya mencoba untuk memaklumkan apa yang ia ajarkan, toh ia mengunakan keislamannya untuk sekedar mengerjakan sholat, zakat, haji dan puasa saja. Ia tidak mengunakan ide islam sebagai way of life-nya. Ia mengagungkan demokrasi yang merupakan ideology sepotong, dan karna ide demokrasi sifatnya sepotong-maka sepotongnya lagi ia isi dengan ide islam yang sifatnya ritual belaka di gunakan untuk memenuhi ide sepotongnya.
Wes, terlepas dari obrolan ngelantur ini. Yang pasti, kawin atau bisa juga di bilang menikah dalam bahasa yang lebih sopan, merupakan sebuah hal yang nggak main-main. Ia akan berdampak pada kelangsungan hidup di dunia maupun di akhirat. Saya bisa mengatakan ini karna, pada hakikatnya sudah menjadi sebuah risalah, bahwa untuk melahirkan regenerasi, maka anak menjadi salah satu tonggak yang bisa memasukkan kita pada surga ataukah neraka-nya Allah. Sehebat apa pun kita menjari nafkah, dan itu jaminannya adalah surga seperti yang saya katakan dia atas, tapi bila pekerjaan yang kita guliti membuat kita malah menjauhkan anak kita dengan agama, dengan Tuhan-nya, dengan sosok rasul-nya, maka terimalah sebuah pembangkangan yang siap di hembuskan oleh si anak pada diri kita di neraka, malah ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa, kelak di akhirat ada anak yang menuntut orang tuanya untuk masuk ke neraka bersama si anak. Saat di Tanya mengapa demikian, si anak menjawab; orang tua saya nggak mengajarkan saya untuk mengenal siapa Tuhan saya, maka jadilah saya seperti sekarang [ahli maksiat]. Setelah penuturan si anak, jadilah orang tua dari si anak di campakkan di dalam neraka bersama si anak yang ia terlantarkan sisi agamanya.
Ada pula riwayat yang mengatakan bahwa do’a seorang anak yang di tanamkan rasa takut pada Allah dan dengan rasa itu menghantarkan ia menjadi manusia soleh, akan di ijabah bilamana ia mendo’akan orang tuanya untuk masuk ke surga. Do’a-do’anya berdampak besar sebagai pemberat dalam timangan untuk orang tuanya.
Jadi, saya pengen merangkum ulasan kita yang sudah di uraikan panjang lebar tadi,
1.       Kawin merupakan satu cara menyempurnakan agama.
2.       Mencari nafkah derajatnya sama dengan jihad, dengan catatan ia mencari nafkah dengan cara baik, halal dan juga di sandarkan pada pandangan untuk mencari ridho Allah semata.
3.       Dari hasil perkawinan itu, melahirkan regenerasi, dan regenerasi ini bisa membawah kita pada dua pilihan, surga atau neraka, bila kita mendidik dia untuk mencintai Allah, dan rasul Allah maka, hamparan surga menanti kita, namun sebalikanya bila kita mendidik dia untuk jauh pada Allah dan rasul Allah, maka balasan yang setimpal untuk kita selaku orang tuanya adalah jahannam.

4.       Kok saya kayak ustad yah,…. Heheheh. Bisa aja. @salam bialrevolusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar