Senin, 10 September 2012

tanah liat


“tanah liat”
Ambon, 25 agustus 2012.

Dunia anak-anak nggak bisa dilepas dengan dunia bermain, meski nggak semua yang namanya bermain identik dengan anak –anak. Dibelakang rumah saya terdapat kali kecil yang mengalir air dari bukit-bukit. Tempat ini menjadi areal favorit anak-anak.
Pangeran, azwar, Ramadan, pita, duta dan buang, adalah nama-nama yang sedang bermain air dan tanah liat di siang yang terik. Kegembiraan begitu terlihat dari mata-mata mereka yang sangat polos. Namanya juga anak-anak, segalanya bisa jadi asik dan bisa dijadikan permainan, tanah liat misalnya.  Saya amat mendukung mereka bermain. Yah, nama juga anak-anak dunia mereka dunia bermain. Cuma, masalahnya adalah bagaimana kita meliat mereka bermain. Terkadang perkelahian dan cekcok karna miscomunicasi semua hal bisa saja terjadi.
Saya membanyangkan kalau mereka-meraka yang main tanah liat itu kelak bisa jadi seniman-seniman hebat pernah ada. Para seniman kelas atas juga bisa jadi kehidupan mereka berawal dari main tanah liat, tapi seiring waktu berjalan para seniman yang hebat-hebat itu menjadi tanah liat sebagai sumber pendapatan buat mencukupi kehidupan mereka. Saya berharap, mereka-mereka yang main tanah liat dibelakang rumah saya ini pun kelak bisa jadi seniman besar. Bagi saya mimpi boleh saja kan! Selama mimpi masih gratis, toh tetap aja bermimpi.

@bilalrevolusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar